Pages

Saturday, December 7, 2019

Kampanye Politik Tanpa Ideologi ?


Dalam kehidupan yang berdemokrasi di Indonesia sekarang ini, Keberadaan partai politik merupakan instrument yang wajib ada dan tidak bisa dipisahkan dari suatu negara yang memiliki prinsip demokrasi, karena partai politik merupakan salah satu pilar dari demokras iitu sendiri. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa tidak ada demokrasi ketika tidak ada partai politik didalamnya, karna partai politiklah yang memainkan peranan penting dalam system demokrasi. Adanya partai politik ini juga akan menjadi wadah dalam menyalurkan aspirasi rakyat tentunya.
Dalam setiap penyelenggaraan kompetisi politik di Indonesia seperti Pemilihan Umum baik legislative maupun eksekutif, kata ‘kampanye’ sering kali terdengar dan akrab di seluruh kalangan masyarakat. Setiap peserta baik partai politik maupun kandidat akan mengakselerasi aktivitas kampanye menjelang pemilihan. Di saat-saat jelang pemilihan ini eskalasi kampanye akan semakin meningkat.
Menurut Imawan dalam Cangara (2014: 223), kampanye adalah upaya persuasive untuk mengajak orang lain yang belum sepaham atau belum yakin pada ide–ide yang kita tawarkan dengan tujuan agar orang lain tersebut bergabung dan mendukungnya. Dengan demikian, suatu kampanye partai politik atau kandidat diharuskan untuk cerdas dan kreatif dalam menyusun dan mengemas pesan kampanye agar “efek terbujuk”dapat terjadi pada kelompok sasaran kampanye.
Ideologi itu sendiri merupakan hal yang sangat penting dan sangat di prioritaskan dalam partai politik, karena ideology menjadi pengikat batin antara para pendukung dan aktor-aktor yang berkecimpung didalamnya, juga merupakan landasan suatu partai politik untuk mewujudkan suatu tujuan besar, bukan tujuan pribadi atau golongan tertentu. Namun yang masih menjadi pertanyaan bagaimanakah jika kampanye suatu partai politik itu tanpa ideologi, lalu apa yang akan terjadi kedepannya?
Dalam perkembangannya partai politik selalu menggembar-gemborkan janjinya melalui kampanye-kampanye baik yang dilakukan di media massa, maupun secara langsung turun kelapangan. Sebagai contoh, kita sudah sangat lumrah melihat baliho-baliho yang terbentang sepanjang jalan dengan berisi janji-janji politik dari seorang tokoh yang hendak maju mencalonkan diri sebagai Bupati, Gubernur, Presiden atau bahkan calon DPR.
Kampanye-kampanye dilakukan seolah-olah benar-benar akan memperjuangkan aspirasi rakyat dengan sepenuhnya. Namun kenyataannya janji-janji kampanye hanya suatu wacana tanpa terealisasikan, kampanye hanya untuk menarik simpati rakyat bukan lagi berlandaskan ideologi. Apa hendak dikata, ideologi bukan lagi sebagaimana para filosof memimpikan dunia yang ideal, ideologi hanya menjadi mantra-mantra kosong yang belum tentu merupakan berkah bagi para pendukungnya, ideologi tidak lagi menjadi acuan dalam tingkah laku para elit dan dalam perjuangan partai politik yang bersangkutan, keberadaan ideologi hanyalah simbolis belaka.
Dengan situasi politik tanpa ideologi di kalangan elite, wajar seandainya jika kita bertemu orang-orang awam yang sikap politiknya juga oportunistik dan pragmatis. Kemenangan Partai Demokrat pada Pemilu lalu adalah misal yang membuktikan pada kita bahwa ideologi adalah sesuatu yang tak pernah benar-benar menjadi penting.
Sebagaimana dikemukakan sejumlah pakar politik, kemenangan Partai Demokrat tentu saja berakar pada ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono. Partai Demokrat hanya mengambil keuntungan dari status SBY sebagai pendiri partai tersebut dan sebagai Presiden. Partai itu tak pernah benar-benar punya ide besar yang dijual, sesuatu yang juga terjadi pada partai-partai lainnya.
Seharusnya, setiap partai politik harus mempunyai ideologi yang jelas, dikarenakan sangat berbahaya sekali ketika partai politik tidak memiliki ideologi yang jelas, maka dengan sendirinya akan mengalami nasib yang buruk, bahkan runtuh. Karena masyarakat tidak akan percaya lagi dengan citra partai politik tanpa ideologi yang jelas.
Dalam hal ini, ideology partai politik tentu harus diteguhkan kembali. Harus disadari bersama, bahwa nilai ideology politik sesungguhnya memberikan gambaran bagi seorang politisi terhadap sebuah konstruksi, format, serta tata kenegaraan yang kelak akan diperjuangkannya. Ideologi harus menjadi dasar formal atas pendirian organisasi kepada setiap diri kader partai, supaya punya pandangan terhadap dunia politik secara matang dan komprehensif.
Ketika seorang politisi tidak memiliki sebuah ideologi politik, maka politik hanya diwarnai dengan transaksi yang sangat jauh dari wacana intelektual. Jika realitas politik seperti ini terus berlanjut, maka medan politik hany amenjadi ajang transaksi kepentingan bagi para politisi tanpa ideology guna meraih kekuasaan dan mempertahankannya. Artinya, keberadaan ideologi sebuah partai politik sesungguhnya merupakan prasyarat utama dan mendasar dalam rangka membingkai sebuah kekuasaan.
Ketika ideologi sudah tertanam dalam kader politik, maka tahap selanjutnya yaitu melakukan kerja-kerja politik. Dalam hal ini, para kader politik harus mulai mengimplementasikan ideologi kedalam praktik berpolitik melalui tahapan pembuatan kebijakan serta melakukan banyak program yang nyata, janji-janji kampanye direalisasikan untuk kepentingan rakyat, sehingga ada program nyata politik yang bukan hanya sebatas wacana belaka, dengan ini tentunya bangsa ini akan kembali menjadi bangsa yang adil, makmur dan sejahtera.

Terimakasih

By: Santi Aklima

IMPLIKASI BEHAVIORALISME TERHADAP PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA



Teori Politik mempelajari tentang pemikiran-pemikiran politik secara umum dari masa klasik sampai pada masa sekarang ini. Para pemikir politik kuno memusatkan perhatiannya kepada masalah negara ideal, para pemikir politik abad pertengahan melibatkan diri mereka pada pengembangan suatu kerangka bagi adanya pendirian Kerajaan Allah di dunia, sedangkan para pemikir politik pada zaman sesudahnya telah melibatkan diri mereka pada masalah-masalah lainnya seperti kekuasaan, wewenang dan lain-lain. Tetapi pada masa selanjutnya, ilmu politik berfokus pada masalah kelembagaan dan pendekatannya yang digunakan juga semakin luas. Pendekatan yang digunakan sepanjang masa itu bersifat historis, dalam pengertian bahwa para pemikir politik lebih memusatkan perhatiannya pada upaya melacak serta menggambarkan berbagai fenomena politik yang ada, atau pada perkembangan lembaga politik yang bersifat khusus, daripada menganalisa fenomena serta lembaga-lembaga tersebut, serta melibatkan diri dengan elemen-elemen yang bersifat abstrak.
Behavioralisme, sebuah teori yang ilmuwan sosial-politik hendak melakukan penelitian dibidang sosial-politik. Awalnya, aliran behavioralisme dalam ilmu-ilmu sosial-politik ini berasal dari paham positivis yang sekaligus juga paham positivis ini menggunakan model pendekatan kuantitatif dalam melakukan analisa penelitian sosial-politik. Dijelaskan pula, bahwa analisis fenomena sosial-politik sebenarnya untuk mengungkapkan apakah ada timbul ide-ide baru ataupun pengetahuan baru oleh masyarakat pada umumnya.
Dengan menggunakan subyek kuantitatif dalam melakukan pendekatan fenomena sosial politik, maka untuk mengkaji sebuah problema dalam masyarakat seorang peneliti haruslah memiliki sumber data dan angka-angka perkiraan yang belum tentu selalu benar keberadaannya. Teori behavioralisme yang sebenarnya merupakan perkembangan dari aliran positivis ini, kemudian teori ini berkembang lagi dan memiliki aliran atau idiom selanjutnya yakni teori pilihan rasional (rational choice theory). Ketika manusia menggunakan aliran positivis maka akan lebih mudah untuk memahami model fenomena sosial. Paham positivis-behavioralis mampu untuk menciptakan teori-teori baru dalam ilmu-ilmu sosial-politik, dimana aliran positivislah yang membuat perkembangan dalam teori-teori ilmu sosial-politik. Mungkin hal ini terjadi karena ilmu-ilmu sosial-politik berkembang sesuai dengan perkembangan disetiap aspek kehidupan masyarakat.  
Setelah perang, behavioralis yang mulai ditinggalkan karena konsepsinya tentang metode ilmiah dirasakan terlalu sempit dan pilihannya terhadap sikap sebagai unit yang fundamental dianggap terlalu terbatas. Ilmu politik ketika itu mendapat pengeruh besar dari para ahli sosiologi. Gerakan yang terus dikembangkan oleh kaum behavioralis ditentang oleh ilmuwan politik yang beraliran humanisme. Menurut mereka behavioralisme dianggap sebagai penyangkalan yang biadap terhadap warisan-warisan yang takt ernilai.
Para pendukung behavioralisme mulai menyadari bahwa relevansi dalam kehidupan berpolitik sangat diperlukan baik dari segi partai politik, lembaga-lembaga politik, kebijakan, desentralisasi, demokrasi dan lain-lain untuk menyelesaikan permasalahan politik. Karena itulah muncul suatu aliran Post Behavioralisme yang memiliki dua karakter utama, yaitu relevansi dan tindakan.
Pemahaman ini adalah suatu pemahaman terhadap implikasi-implikasi yang penuh, tindakan menentang, bahkan bersifat memberontak. Namun post behavioralisme ini tidak disebut sebagai ideology karena didukung oleh para pendukung dari berbagai pendukung.

TerimakasihJ

Apa Itu Kelompok Sosial?


A PENGERTIAN KELOMPOK SOSIAL

Definisi menurut beberapa ahli:

1.      Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, kelompok sosial sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.
2.      Soerjono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
3.    Hendropuspito, kelompok sosial sebagai suatu kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial merupakan sekumpulan manusia yang memiliki persamaan ciri dan memiliki pola interaksi yang terorganisir secara berulang-ulang, serta memiliki kesadaran bersama akan keanggotaannya dalam suatu kelompok.
B.       SYARAT KELOMPOK SOSIAL
1.         Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa ia bagian dari kelompok tsb.
2.         Adanya hubungan timbal balik antaranggota
3.         Adanya faktor pengikat, seperti kesamaan ideologi, kesamaan kepentingan atau kesamaan nasib
4.         Memiliki struktur, kaidah dan pola perilaku
5.         Bersistem dan berproses
C.  CIRI-CIRI KELOMPOK SOSIAL
1.         Merupakan kesatuan nyata dan dapat dibedakan dari kelompok atau kesatuan manusia lain
2.         Memiliki stuktur sosial yang setiap anggotanya memiliki status dan peran tertentu
3.         Memiliki norma yang mengatur hubungan diantara para anggotanya
4.         Memiliki kepentingan bersama
5.         Adanya interaksi dan komunikasi di antara para anggotanya
D.  DASAR PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL
1.         Faktor kepentingan yang sama (Common Interest)
Misalnya : kelompok arisan, kelompok seniman, kelompok olahragawan
2.         Faktor darah dan keturunan yang sama (Common Ancestry)
Misalnya : kelompok keturunan Arab, kelompok keturunan Cina
3.         Faktor geografis
Misalnya : masyarakat yang tinggal di daerah Pantai membentuk kelompok nelayan
4.         Faktor daerah asal yang sama
Misalnya : KMJB (Keluarga Mahasiswa Jabar), Keluarga Besar Minang
E. MACAM-MACAM KELOMPOK SOSIAL
1. Kelompok Semu (Tidak Nyata/Tidak Teratur)
v  Ciri-ciri kelompok semu :
1.      Tanpa rencana dan terbentuknya secara spontan
2.      Tidak terorganisir dalam suatu wadah tertentu
3.      Tidak ada interaksi, tidak ada interrelasi, dan tidak ada komunikasi secara terus-menerus.
4.      Tidak ada kesadaran berkelompok.
5.      Kehadirannya tidak konstan
v  Beberapa kelomok semu yakni:
a.    Kerumunan (Crowd)
Ø Bentuk-bentuk kerumunan
1.    Formal audience / khalayak penonton / pendengar resmi: mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan tetapi sifatnya sangat pasif
Contoh : penonton boiskop, hadirin suatu khotbah
2.    Planned expressive group : kerumunan yang tidak begitu mementingkan pusat perhatian tetepi mempunyai persamaan tujuan serta kepuasan yang dihasilkan
Contoh : orang yang berdansa, berpesta dan berekreasi
3.    Inconvenient aggregations causal crowds: kerumunan yang bersifat sementara yang ingin mempergunakan fasilitas-fasilitas sama. Dalam kerumunan ini kehadiran orang lain merpakan halangan terhadap tercapainya maksud seseorang.
Contoh : orang-orang yang antri karcis, orang yang menunggu bis
4.    Panic causal crowds / kerumunan panik: orang-orang dalam keadaan panik yang sedang berusaha menyelamatkan dari suatu bahaya.
5.    Spectator causal crowds / kerumunan penonton : terjadi karena orang-orang ingin melihat suatu peristiwa tertentu, hampir sama dengan khalayak penonton tetapi kerumunan penonton tanpa direncanakan.
6.    Acting lawless crowds / acting mobs / kerumunan emosional : mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang berlawanan dengan norma- norma sosial. Biasanya kumpulan orang-orang tersebut bergerak karena merasakan bahwa hak-hak mereka diinjak-injak atau karena tidak ada keadilan.
7.    Immoral lawless crowds / kerumunan tak bermoral : segala tindakannya berlawanan dengan norma-norma pergaulan hidup. Seperti sekumpulan orang yang mabuk.
b.    Publik (Public)
Ø Ciri-ciri publik (khalayah ramai)
1.      Kelompok yang tidak teratur
2.      Interaksi secara tidak langsung/melalui media massa
3.      Perilaku publik didasarkan pada perilaku individu
4.      Anonim dan terdiri atas berbagai lapisan masyarakat
5.      Mempunyai minat yang sama terhadap suatu masalah
6.      Minat yang sama tersebut belum tentu mempunyai opini atau pendapat yang sama terhadap suatu masalah
7.      Berusaha menguasai masalah tersebut
8.      Adanya kecenderungan mereka berfikir rasional

2. Kelompok Nyata 
1. Kalasifikasi kelompok sosial menurut Biestedt ada 4 yakni:
A.   Statistical Group (Kelompok Statis)
Ø  Ciri-ciri kelompok statis
1.      Tidak direncanakan, tidak disengaja, tidak berarti sangat mendadak / spontan tetapi sudah terbentuk dengan sendirinya
2.      Tidak terhimpun dan tidak terorganisir dalam wadah tertentu
3.      Tidak ada interaksi, tidak ada interrelasi, dan tidak ada komunikasi secara terus-menerus
4.      Tidak ada kesadaran berkelompok
5.      Kehadirannya konstan
B.  Societal Group (Kelompok Kemasyarakatan)
Ø  Ciri-ciri kelompok sosieta
1.      Tidak direncanakan, tidak sengaja, terbentuk dengan sendirinya
2.      Kemungkinan terhimpun dalam suatu wadah tertentu
3.      Kemungkinan terjadi interaksi, interrelasi, atau komunikasi
4.      Kemungkinan terjadi kesadaran kelompok
5.      Kehadirannya konstan
C.  Social Group (Kelompok Sosial)
Sering disamakan dengan masyarakat dalam arti khusus. Terbentuk karena adanya unsur-unsur yang sama, seperti tempat tinggal, pekerjaan yang sama, kedudukan yang sama, atau kegemaran yang sama. Memiliki anggota yang berinteraksi dan melakukan komunikasi secara terus menerus.
Contoh: keluarga inti batin, tetangga, dan kelompok teman
D.  Association Group (Kelompok Assosiasi)
Ø  Ciri-ciri kelompok asosiasi
1.      Direncanakan atau sengaja dibentuk
2.      Terorganisir secara nyata dalam suatu wadah
3.      Ada interaksi dan interrelasi serta komunikasi secara terus-menerus
4.      Adanya kesadaran kelompok yang kuat
5.      Kehadirannya konstan
Contoh: lembaga pendidikan, kesatuan angkatan bersenjata, partai politik, korps pegawai negeri. dll.
2. Kalasifikasi kelompok sosial Menurut Ferdinand Tonnies:
A.    Gemeinschaft (Paguyuban)
Kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal.
Ø  Ciri-ciri Gemeinschaft
1.         Intimate, hubungan yang intim dan mesra
2.         Private, hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang saja
3.         Exclusive, Secara khusus
Ø  Bentuk Gemeinschaft
1.         Gemeinschaft by blood (ikatan darah)
Contoh : keluarga , kelompok kekerabatan
2.         Gemeinschaft of place ( tempat)
Contoh : Rukun Tetangga, Rukun Warga
3.         Gemeinschaft of mind (dasar ideologi): terdiri dari individu yang memiliki jiwa dan pikiran yang sama karena ideologi yang sama

B.  Gesselscaft (Patembayan)
Ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, strukturnya bersifat mekanis dan hubungannya didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu.
Ø  Ciri-ciri gesselshaft :
1.      Hubungan terbatas pada urusan tertentu
2.      Hubungan antar peran dan status
3.      Bersifat publik life / untuk semua orang

3. Kalasifikasi kelompok sosial Menurut Charles Horton Cooley dan Ellsworth Farris:
A.   Primary Group (Kelompok Primer)
Suatu kelompok yang hubungan antar anggota saling mengenal, kerja sama tatap muka yang intim, dan bersifat informal
B.   Secondary Group (Kelompok Sekunder)
Suatu kelompok yang hubungan antar anggotanya bersifat formal, impersonal atau tidak perlu mengenal secara pribadi, sifatnya tidak begitu langgeng, dan didasarkan pada asas manfaat.
4. Klasifikasi menurut pendapat Robert K. Merton
A.     Membership Group, merupakan kelompok sosial yang setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut
B.     Reference Group, kelompok sosial menjadi acuan bagi seseorang dan bukan anggota kelompok untuk membentuk pribadi dan perilakunya sesuai dengan kelompok acuan.
5. Klasifikasi menurut W.G. Sumner
A.     In Group (kelompok dalam). Kelompok sosial tempat individu mengidentifikasikan dirinya.
B.     Out Group (kelompok luar). Kelompok yang menjadi lawan in group, menjadi dasar munculnya sikap etnosentris.