Teori
Politik mempelajari tentang pemikiran-pemikiran politik secara umum dari masa klasik
sampai pada masa sekarang ini. Para pemikir politik kuno memusatkan perhatiannya
kepada masalah negara ideal, para pemikir politik abad pertengahan melibatkan diri
mereka pada pengembangan suatu kerangka bagi adanya pendirian Kerajaan Allah di
dunia, sedangkan para pemikir politik pada zaman sesudahnya telah melibatkan diri
mereka pada masalah-masalah lainnya seperti kekuasaan, wewenang dan lain-lain.
Tetapi pada masa selanjutnya, ilmu politik berfokus pada masalah kelembagaan dan
pendekatannya yang digunakan juga semakin luas. Pendekatan yang digunakan sepanjang
masa itu bersifat historis, dalam pengertian bahwa para pemikir politik lebih memusatkan
perhatiannya pada upaya melacak serta menggambarkan berbagai fenomena politik
yang ada, atau pada perkembangan lembaga politik yang bersifat khusus, daripada
menganalisa fenomena serta lembaga-lembaga tersebut, serta melibatkan diri dengan
elemen-elemen yang bersifat abstrak.
Behavioralisme,
sebuah teori yang ilmuwan sosial-politik hendak melakukan penelitian dibidang sosial-politik.
Awalnya, aliran behavioralisme dalam ilmu-ilmu sosial-politik ini berasal dari paham
positivis yang sekaligus juga paham positivis ini menggunakan model pendekatan kuantitatif
dalam melakukan analisa penelitian sosial-politik. Dijelaskan pula, bahwa analisis
fenomena sosial-politik sebenarnya untuk mengungkapkan apakah ada timbul
ide-ide baru ataupun pengetahuan baru oleh masyarakat pada umumnya.
Dengan
menggunakan subyek kuantitatif dalam melakukan pendekatan fenomena sosial politik,
maka untuk mengkaji sebuah problema dalam masyarakat seorang peneliti haruslah memiliki
sumber data dan angka-angka perkiraan yang belum tentu selalu benar keberadaannya.
Teori behavioralisme yang sebenarnya merupakan perkembangan dari aliran positivis
ini, kemudian teori ini berkembang lagi dan memiliki aliran atau idiom
selanjutnya yakni teori pilihan rasional (rational choice theory). Ketika manusia
menggunakan aliran positivis maka akan lebih mudah untuk memahami model
fenomena sosial. Paham positivis-behavioralis mampu untuk menciptakan teori-teori
baru dalam ilmu-ilmu sosial-politik, dimana aliran positivislah yang membuat perkembangan
dalam teori-teori ilmu sosial-politik. Mungkin hal ini terjadi karena ilmu-ilmu
sosial-politik berkembang sesuai dengan perkembangan disetiap aspek kehidupan masyarakat.
Setelah
perang, behavioralis yang mulai ditinggalkan karena konsepsinya tentang metode ilmiah
dirasakan terlalu sempit dan pilihannya terhadap sikap sebagai unit yang
fundamental dianggap terlalu terbatas. Ilmu politik ketika itu mendapat pengeruh
besar dari para ahli sosiologi. Gerakan yang terus dikembangkan oleh kaum behavioralis
ditentang oleh ilmuwan politik yang beraliran humanisme. Menurut mereka behavioralisme
dianggap sebagai penyangkalan yang biadap terhadap warisan-warisan yang takt ernilai.
Para
pendukung behavioralisme mulai menyadari bahwa relevansi dalam kehidupan berpolitik
sangat diperlukan baik dari segi partai politik, lembaga-lembaga politik,
kebijakan, desentralisasi, demokrasi dan lain-lain untuk menyelesaikan permasalahan
politik. Karena itulah muncul suatu aliran Post Behavioralisme yang memiliki dua
karakter utama, yaitu relevansi dan tindakan.
Pemahaman
ini adalah suatu pemahaman terhadap implikasi-implikasi yang penuh, tindakan menentang,
bahkan bersifat memberontak. Namun post behavioralisme ini tidak disebut sebagai
ideology karena didukung oleh para pendukung dari berbagai pendukung.
TerimakasihJ
No comments:
Post a Comment